Kalimat Efektif (Pengertian, Ciri dan
contoh Kalimat Efektif)
Pengertian
Kalimat Efektif
1.
Kalimat
Kalimat
adalah kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan; Dari
segi liuistik kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,
mempunyai pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas
klausa (KBBI, 2002 : 494).
Kalimat
adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola
intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa; Kalusa
bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan; satuan proposisi yang merupakan
satu klausa atau merupakan gabungan klausa, yang membentuk satuan yang bebas;
jawaban minimal, seruan, salam, dsb; Kontruksi gramatikal yang terdiri atas
satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu, dan dapat berdiri
sendiri sebagai satu satuan (Harimurti Kridalaksana, 2008 : 103).
2. Kalimat
Efektif
Andayani
menjelaskan pengertian kalimat efektif sebagai berikut :
a. Adalah
kalimat yang benar dan jelas dan dengan mudah dipahami orang lain
b. Disusun
secara sadar untuk mencapai daya informasi yang diinginkan penulis terhadap
pembacanya
c. Pembaca
memahami apa yang disampaikan
d. Kalimat
yang tepat mewakili gagasan atau perasaan penyampai pesan dan sanggup
memberikan gambaran yang sama tepatnya pada pembaca atau pendengar.
e. Kalimat
yang disusun dengan sadar dan sengaja untuk mencapai daya informasi yang tepat
dan baik.
f. Jenis
kalimat yang dapat memberikan efek tertentu dalam komunikasi. Efek yang
dimaksudkan di sini adalah kejelasan informasi”.
g. “Kalimat
efektif tidak menggunakan kata-kata mubazir, tetapi juga tidak kekurangan kata.
h. Kalimat
efektif menggunakan pengertian yang logis sejalan dengan nalar yang tepat”
Sedangkan E.
Kosasih menyatakan kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi syarat-syarat :
(1) Secara tepat mewakili gagasan pembicara atau penulisnya; (2) Menimbulkan
gagasan yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca seperti yang
dipikirkan oleh pembicara atau penulisnya.
Kalimat
efektif adalah kalimat yang dapat mewakili gagasan pembicara atau penulis serta
dapat diterima maksudnya/arti serta tujuannya seperti yang di maksud penulis
/pembicara.
Sedangkan
rasional kalimat efektif adalah kalimat yang harus mencakup syarat kelengkapan
unsur sebuah kalimat karena sangat menentukan kejelasan sebuah kalimat. Oleh
sebab itu sebuah kalimat harus memiliki paling tidak subjek dan predikat.
Kalimat yang lengkap ini harus ditulis sesuai dengan Ejaan yang disempurnakan
(EYD). Dalam membentuk sebuah kalimat yang efektif harus menggunakan kata-kata
yang dipilih dengan tepat agar kalimat menjadi jelas maknanya.
Sebelum
dapat membuat atau bahkan membetulkan suatu kalimat menjadi efektif, kita perlu
mengetahui apa yang dimaksud dengan kalimat efektif. Kalimat efektif adalah
kalimat yang mampu dipakai untuk menyampaikan informasi dari pembicara atau
penulis kepada lawan bicara atau pembaca secara tepat. Ketepatan dalam
penyampaian informasi akan membuahkan hasil, yaitu adanya kepahaman lawan
bicara atau pembaca terhadap isi kalimat atau tuturan yang disampaikan. Lawan
bicara atau pembaca tidak akan bisa menjawab, melaksanakan, atau menghayati
setiap kalimat atau tuturan itu sebelum mereka dapat memahami benar isi kalimat
atau tuturan tersebut.
Kalimat
efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya seacara
tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau
gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar atau pembaca dapat memahami pikiran
tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis
atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai.
Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang
diucapkan ata yang dituliskan. Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan
gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat-kalimat yang digunakan harus
lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak
boleh dihilangkan. SebaliknYa, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak
perlu di munculkan.
Kelengkapan
dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan
kesesuaiannya dengan kaidah.
Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar.
Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar.
Dalam hal
ini hendaknya dipahami pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat
berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum tentu
dipandang efektif jika dipakai dalam situasi resmi, demikian pula sebaliknya.
Misalnya kalimat yang diucapkan kepada tukang becak, “Berapa, Bang, ke pasar
Rebo?” Kalimat tersebut jelas lebih efektif daripada kalimat lengkap, “Berapa
saya harus membayar, Bang, bila saya menumpang becak Abang ke pasar Rebo?”
Sebelum kita
membuat sebuah kalimat efektif maka kita harus terlebih dahulu mengetahui
ciri-ciri kalimat efektif.
Ciri-ciri
Kalimat Efektif
Berikut
adalah ciri-ciri kalimat efektif menurut pendapat beberapa ahli kebahasaan :
1.
Menurut Sabarti Akhadiah kalimat efektif harus memiliki :
a. kesepadanan
dan kesatuan;
b. kesejajaran
bentuk;
c. penekanan;
d. kehematan
dalam mempergunakan kata;
e. kevariasian
dalam struktur
2.
Gorys Keraf menyatakan ciri-ciri kalimat efektif sebagai berikut :
a. kesatuan
gagasan;
b. koherensi
yang baik dan kompak;
c. penekanan;
d. variasi;
e. paralelisme;
f. penalaran
atau logika. Pada dasarnya, penalaran (logika) dapat menjadi bagian dari
paralelisme makna.
3. Menurut
Parera ciri-cirinya adalah :
a. kesepadanan
dan kesatuan;
b. keparalelan
atau paralisme;
c. ketegasan;
d. kehematan;
e. kevariasian.
4. Martaya
Menyatakan ciri-ciri kalimat efektif lebih banyak dari pendapat yang lain,
yaitu :
a. mengandung
kesatuan gagasan,
b. mewujudkan
koherensi yang baik dan kompak,
c. memperhatikan
paralelisme,
d. merupakan
komunikasi yang berharkat,
e. diwarnai
kehematan,
f. ejaan
yang disempurnakan,
g. didukung
variasi,
h. didasarkan
pada pilihan kata yang baik.
Dari semua
pendapat ahli bahasa tentang kalimat efektif dapat dijelaskan persamaan
pendapat tentang kalimat efektif yaitu :
a. Kesatuan
gagasan
Kalimat
efektif harus memiliki kesatuan gagasan dan mengandung satu ide pokok (satu
pengertian lengkap). Kalimat dikatakan memiliki kesatuan gagasan jika memiliki
subjek, predikat dan fungsi-fungsi kalimat lainnya saling mendukung dan
membentuk kesatuan tunggal. Dengan demikian, kalimat haruslah mengandung unsur
subjek dan predikat sebagai unsur inti sebuah kalimat. Kehadiran unsur-unsur
lain (objek, pelengkap, ataupun keterangan) hanyalah sebagai tambahan bagi
unsur inti.
Contoh :
Di dalam
keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Kalimat ini
tidak memiliki kelengkapan fungsi. Dengan demikian kalimat tersebut bukanlah
kalimat efektif karena tidak memiliki kesatuan gagasan. Kita bisa melihat bahwa
didalam kalimat tersebut tidak memiliki subjek, tapi hanya terdiri dari
ktererangan,predikat, dan pelengkap. Misalnya, di dalam keputusan itu (keterangan),
merupakan (predikat), kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum
(pelengkap). Agar kalimat tersebut bisa menjadi kalimat efektif, maka fungsi
subjek harus dihadirkan dengan cara menghilangkan kata di dalam.
Dengan
demikian kalimat menjadi :
Keputusan
itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Andayani,
2009, membahas kesatuan gagasan dalam kalimat efektif sebagai berikut :
a. Setiap
kalimat yang baik harus jelas memperlihatkan kesatuan gagasan, mengandung satu
ide pokok
b. Apabila
dua kesatuan yang tidak mempunyai hubungan disatukan, maka akan hilang kesatuan
pikiran tersebut
c. Kesatuan
gagasan bisa terbentuk dari dua gagasan pokok atau lebih.
d. Sebuah
kesatuan gagasan secara praktis diwakili oleh subjek, Predikat, dan
bisa juga ditambah objek.
e. Kesatuan
tersebut dapat berbentuk kesatuan tunggal, kesatuan gabungan, kesatuan pilihan,
dan kesatuan yang mengandung pertentangan.
Kalimat
efektif harus memperlihatkan kesatuan gagasan dan mengandung satu ide pokok.
Sebuah kalimat dikatakan memiliki kesatuan gagasan apabila subjek, predikat,
dan unsur-unsur lainnya saling mendukung dan membentuk kesatuan tunggal. (E.
Kosasih, 2002 : 199)
Perhatikan
contoh berikut ini:
Di dalam
keputusan ini merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Kalimat ini
tidak memiliki kesatuan karena tidak didukung oleh kehadiran subjek.
Unsur di dalam keputusan ini bukanlah subjek melainkan
keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan keterangan ditandai oleh keberadaan frase
depan di dalam harus dihilangkan.
Dengan
demikian, kalimat itu menjadi :
Keputusan
ini merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
b.
Kesejajaran (paralel)
Kalimat
efektif harus memiliki kesejajaran (keparalelan). Yang dimaksud dengan
kesejajaran adalah penggunaan bentukan kata atau frasa berimbuhan yang memiliki
kesamaan (kesejajaran) baik dalam fungsi maupun bentuknya. Jika bagian kalimat
itu menggunakan verba berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus
menggunakan di- lagi. Jika bagian kalimat itu menggunakan verba berimbuhan
meng-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan meng- lagi. Begitu
pula dengan verba berimbuhan yang lainnya juga harus mengikuti kaidah tersebut
di atas. Satu bagian kalimat berupa verba aktif, bagian kalimat yang lain juga
harus berupa verba aktif. Demikian pula halnya jika satu bagian merupakan verba
pasif, bagian lainnya pun harus merupakan verba pasif.
1) Kesejajaran
bentuk
Jika dilihat
dari segi bentuknya, kesejajaran itu dapat menyebabkan keserasian. Jika dilihat
dari segi makna atau gagasan yang diungkapkan, kesejajaran itu dapat
menyebabkan informasi yang diungkapkan menjadi sistematis sehingga mudah
dipahami.Bentuk kalimat yang tidak tersusun secara sejajar dapat mengakibatkan kalimat
itu tidak serasi.
Contoh :
Buku itu
telah lama dicari, tetapi Dodi belum menemukannya.
Kalimat di
atas tidak sejajar karena menggunakan bentuk kata kerja pasif (dicari) yang
dikontraskan dengan bentuk aktif (menemukan). Agar sejajar, kedua bagian kalimat
tersebut harus menggunakan bentuk pasif semuanya atau bentuk aktif semuanya.
Kalimat yang
tepat adalah sebagai berikut:
Buku itu
telah dicari, tetapi belum ditemukan Dodi.
Dodi telah
lama mencari buku itu, tetapi belum menemukannya.
2) Kesejajaran
makna
Unsur lain
yang harus diperhatikan dalam pemakaian suatu bahasa adalah segi penalaran atau
logika. Kesejajaran makna ini berkaitan erat dengan penalaran. Penalaran dalam
sebuah kalimat merupakan masalah yang mendasari penataan gagasan. Penalaran sangat
berhubungan dengan jalan pikiran. Jalan pikiran penulis turut menentukan baik
tidaknya kalimat yang dibuat, mudah tidaknya kalimat tersebut dipahami sesuai
pemikiran penulis.
3) Ciri-ciri
kesejajaran
(1) Terdapat
subjek dan predikat yang jelas
Contoh :
Bagi semua
mahasiswa harus membayar uang kuliah.
Kata bagi seharusnya
dihilangkan, karena menimbulkan ketidakjelasan subjek.
Seharusnya :
Semua
mahasiswa harus membayar uang kuliah.
Kejelasan
subjek dan predikat dapat dilakukan dengan menghindarkan kata depandi, dalam,
bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut.
(2) Tidak
terdapat subjek ganda
Contoh:
Soal itu
saya kurang jelas.
Kalimat
tersebut mempunyai subyek ganda, yaitu soal itu dan saya.
Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan cara menambah bagi diantaranya soal
itu dansaya.
Seharusnya :
Soal itu
bagi saya kurang jelas. (Andayani, 2009)
Sedangkan E.
Kosasih menyatakan bahwa kesejajaran adalah penggunaan bentukan kata atau frase
imbuhan yang memiliki kesamaan, baik dalam fungsi maupun bentuknya. Jika bagian
kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan di- , bagian kalimat
lainnya pun harus mengunakan di- pula.
Contoh :
Kakak
menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat
tersebut tidak efektif karena tidak memiliki kesejajaran predikat-predikatnya.
Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni menggunakan imbuhan me- (p),
sedangkan yang satu nlagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-.
Kalimat itu
harus diubah menjadi :
Kakak
menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan.
Anak itu
ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
c.
Kehematan
Kehematan
dalam kalimat efektif merupakan kehematan dalam pemakaian kata, frase, atau
bentuk lainnya yang dianggap tidak diperlukan. Kehematan ini menyangkut soal
gramatikal dan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata yang diperlukan
atau yang menambah kejelasan makna kalimat boleh dihilangkan. Penulis
kadang-kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam satu kalimat.
Kalimat
efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Setiap kata
haruslah memiliki fungsi yang jelas. Penggunaan kata-kata yang berlebihan
justru akan memperlemah dan mengaburkan maksud kalimat tersebut (E. Kosasih,
2002 :200).
Contoh:
Bunga-bunga
mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian
kata bunga-bunga dalam kalimat diatas tidak perlu. Dalam kata mawar,
anyelir, dan melati terkandung makna bunga.Kalimat efektif tidak
boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Setiap kata haruslah memiliki
fungsi yang jelas dan tidak boleh menggunakan kata yang berlebihan. Penggunaan
kata yang berlebihan justru akan mengaburkan dan memperlemah maksud kalimat
itu.
Contoh: Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat diatas tidak perlu,karena dalam kata mawar, anyelir, dan melati terkandung makna bunga.
Contoh: Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat diatas tidak perlu,karena dalam kata mawar, anyelir, dan melati terkandung makna bunga.
Kalimat yang
benar adalah:
Mawar,
anyelir, dan melati sangat disukainya.
Dalam
menghemat pengunaan kata dalam kalimat adalah dengan cara :
1)
Hiponimi
Dalam bahasa
ada kata yang merupakan bawahan makna kata atau ungkapan yang lebih tinggi. Di
dalam makna kata terkandung makna dasar kelompok makna kata yang
bersangkutan.
Kata merah sudah
mengandung makna kelompok warna.
2)
Pemakaian kata depan ”dari” dan ”daripada”.
Dalam bahasa
Indonesia kita mengenal kata depan dari dan daripada,
selain kedan di. Penggunaan dari dalam bahasa Indonesia
dipakai untuk menunjukkan arah(tempat) dan asal (asal-usul).
3)
Penghilangan subjek ganda
Kalimat
majemuk yang anak kalimat dan induk kalimatnya memiliki subyek sama dapat
dihilangkan salah satunya.
Contoh :
Sebelum surat
ini dikirimkan, surat ini harus ditandatangani lebih dahulu. (Tidak
Tepat)
Sebelum
dikirimkan, surat ini harus ditandatangani lebih dahulu. (Tepat)
d.
Penekanan
Bagian
kalimat yang dipentingkan perlu ditonjolkan dari unsur-unsur yang
lain. Kalimat efektif harus diberi penekanan. Beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk memberi penekanan itu adalah sebagai berikut :
1. Mengubah
posisi dalam kalimat
Cara ini
dilakukan dengan meletakkan bagian penting di depan kalimat.
Contoh :
a. Harapan
kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.
b. Pada
kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
c. Kita
dapat membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain.
2.
Menggunakan partikel
Penekanan
pada bagian ini dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh :
1) Saudaralah
yang harus bertangung jawab dalam soal itu
2) Kami
pun turut dalam kegiatan itu.
3) Bisakah
dia menyelesaikannya?
3.
Menggunakan repetisi
Yaitu dengan
cara menulang-ulang kata yang dianggap penting
Contoh :
Dalam
membina hubungan antara suami istri, antara guru dan
murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan
rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan
yang lainnya.
4.
Menggunakan Pertentangan
Dengan cara
menggunakan kata-kata yang bertentangan atau berlawananmakna/maksud dalam
bagian kalimat yang ingin ditegaskan.
Contoh :
a. Anak
itu tidak malas, tetapi rajin
b. Ia
tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial tetapi total dan menyeluruh.
e.
Kelogisan
Kalimat
efektif harus mudah dipahami. Unsur-unsur pembentuknya harus memiliki hubungan
yang logis atau dapat diterima oleh akal sehat. Susunan kalimat dianggap logis
apabila kalimat itu mengandung makna yang bisa diterima akal dan bermakna
sesuai dengan kaidah-kaidah nalar secara umum.
Contoh :
Waktu dan
tempat saya persilakan.
Kalimat ini
tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang
tidaka dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah menjadi:
Bapak
penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.
Agar kita
tidak mendapatkan stempel seperti tersebut di atas, pada kesempatan ini penulis
ingin menyoroti berbagai kesalahan berbahasa, khususnya tentang
ketidakefektifan kalimat. Hal ini menjadi penting karena kalimat yang tidak
efektif akan berpengaruh pada keakuratan informasi yang akan kita sampaikan
atau kita cerap. Dengan mengetahui kesalahannya kita mencoba untuk membenahinya
sedikit demi sedikit. Perhatikan contoh di bawah ini.
(1) Di
dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan
umum.
(2)
Bagi yang merasa kehilangan harap segera mengambilnya di ruang
guru.
(3)
Dalam pertemuan itu menghasilkan keputusan yang memuaskan semua
pihak.
(4)
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
(5)
Dia sedang belajar matematika di kamar kemudian dijawabnya semua
soal latihan itu.
(6)
Ayahnya mengajar Bahasa Indonesia di SMA Negeri 11 Surakarta.
(7)
Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
(8)
Waktu dan tempat saya persilakan.
(9)
Untuk mempersingkat waktu, …….
(10) Bunga-bunga
mawar, melati, dan kenanga sangat disukainya.
(11) Apel,
mangga, dan durian adalah buah-buahan yang sangat enak.
(12) Silakan
Saudara maju ke depan!
(13) Bajunya
berwarna merah.
(14) Jika
kita berusaha dengan sungguh-sungguh, maka kita akan mendapatkan hasil yang
maksimal.
(15) Meskipun
hidupnya menderita, akan tetapi ia tidak pernah mengeluh.
Sebelum kita
bahas kalimat tersebut di atas satu per satu, terlebih dahulu kita harus memahami
bagaimana menggunakan kalimat efektif itu. Ada beberapa hal untuk menentukan
apakah suatu kalimat bisa dikatakan sebagai kalimat efektif atau bukan.
Setelah kita
mengetahui beberapa prinsip pembentukan kalimat efektif, ada baiknya kita mulai
memahami mengapa kalimat nomor 1 sampai dengan nomor 15 bukan merupakan kalimat
efektif.
(1)
Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu
keselamatan umum.
(2)
Bagi yang merasa kehilangan harap segera mengambilnya di ruang
guru.
(3)
Dalam pertemuan itu menghasilkan keputusan yang memuaskan semua
pihak.
Kalimat (1)
s.d (3) di atas tidak memiliki kelengkapan fungsi kalimat. Jika kita analisis,
kalimat (1) di dalam keputusan itu (keterangan), merupakan (predikat),kebijaksanaan
yang dapat membantu keselamatan umum (pelengkap). Dengan demikian kalimat
ini bukanlah kalimat yang efektif karena tidak memiliki kesatuan gagasan.
Fungsi subjek tidak hadir dalam kalimat (1) ini. Agar menjadi kalimat efektif,
fungsi subjek harus dihadirkan dengan cara menghilangkan kata di dalam.
Dengan
demikian kalimat (1) menjadi (1a) Keputusan itu merupakan kebijaksanaan
yang dapat membantu keselamatan umum. Demikian pula untuk kalimat (2) dan
(3), fungsi subjek harus dihadirkan dengan cara menghilangkan kata bagi untuk
kalimat (2), dan kata dalam untuk kalimat (3), sehingga kalimat tersebut akan
menjadi
(2a) Yang merasa kehilangan harap segera mengambilnya di ruang guru. (3a) Pertemuan itu menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak.
(2a) Yang merasa kehilangan harap segera mengambilnya di ruang guru. (3a) Pertemuan itu menghasilkan keputusan yang memuaskan semua pihak.
Dari
pembahasan tersebut di atas jelaslah bahwa menggunakan kalimat efektif harus
memperhatikan kelengkapan fungsi-fungsi kalimatnya. Paling tidak, fungsi subjek
dan predikat dalam sebuah kalimat harus dihadirkan. Fungsi subjek dan predikat
merupakan unsur inti sebuah kalimat.
Perhatikan
kembali kalimat (4), (5), dan (6) di atas. Sepintas kalimat tersebut tidak ada
permasalahan. Namun, apabila kita cermati ternyata kalimat-kalimat tersebut
tidak memiliki kesejajaran antarunsur pembentuknya. Dalam kalimat (4)
verba menolong merupakan verba aktif berafiks meng-, sedangkan
dipapahnya merupakan verba pasif berafiks di-. Begitu pula dengan
kalimat (5), verba belajar merupakan verba aktif berafiks ber- sedangkan
verbadijawabnya merupakan verba pasif berafiks di-. Verba pertama dan
kedua dalam kalimat di atas tidak sejajar. Agar kalimat (4) dan (5) tersebut
efektif, bentuk verbanya harus diubah sehingga menjadi verba yang sejajar.
Verba tersebut boleh dijadikan verba aktif maupun pasif. Dengan demikian,
kalimat (4) dan (5) akan menjadi (4a) Kakak menolong anak itu dengan
memapahnya ke pinggir jalan. (4b) Anak itu ditolong (oleh) kakak
dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (5a) Dia sedang belajar
matematika di kamar kemudian menjawab semua soal latihan itu. (5b) Matematika
sedang dipelajarinya di kamar kemudian dijawabnya semua soal itu.
Sekarang
kita perhatikan kalimat (6), (7), (8), dan (9). Kalimat-kalimat tersebut
sepintas tidak bermasalah. Namun, apabila kita perhatikan ternyata
kalimat-kalimat ini tidak bisa diterima oleh akal sehat (tidak masuk akal).
Pada kalimat (6), Bahasa Indonesiabukanlah benda hidup yang bisa diajar.
Kalimat (7) juga tidak jauh berbeda. Dalam menulis surat kita berhadapan dengan
orang yang akan membaca surat tersebut. Artinya kita berhadapan dengan orang
kedua. Namun, kalimat (7) ternyata menggunakan kata ganti orang ketiga nya
(dia) yang notabene tidak hadir dalam komunikasi tersebut. Alangkah
konyolnya jika kita berbicara dengan orang kedua tetapi menggunakan bentuk
orang ketiga. Demikian pula untuk kalimat (8). Siapa yang dipersilakan? Orang
atau waktu dan tempat? Tentu saja yang dimaksudkan adalah orangnya bukan waktu
dan tempatnya. Dari sudut pandang ini saja kalimat (8) tidak bisa dikatakan
sebagai kalimat yang masuk akal. Hal itu juga terjadi pada kalimat (9). Siapa
yang bisa mempersingkat waktu? Kita semua diberi waktu yang sama dalam sehari,
yaitu 24 jam. Kalimat ini perlu diubah agar maknanya menjadi jelas.
Dengan
demikian kalimat (6), (7), (8), dan (9) seharusnya diubah menjadi 6a)Ayahnya mengajarkan
Bahasa Indonesia di SMA Negeri 11 Surakarta. (7a) Atas perhatian Anda/
Saudara/ Bapak/ Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Perlu
diperhatikan untuk kalimat (7a), pemakaian kata ucapkan digunakan ketika kita
sedang berkomunikasi secara lisan. Tetapi, jika dalam bahasa tulis kita gunakan
kata sampaikan. Mengapa demikian, karena bahasa tulis tidak bisa berucap. Yang
bisa berucap adalah ketika kita berbahasa lisan. (8a) Yang terhormat …
saya/ kami persilakan.
(9a) Agar pembicaraan kita tidak terlalu lama ….
(9a) Agar pembicaraan kita tidak terlalu lama ….
Sekarang
kita perhatikan kalimat (10) s.d. (14). Penggunaan bentuk ulang pada kalimat
(10) bunga-bunga dan (11) buah-buahan tidak efektif karena
pemeriannya sudah menyatakan majemuk sehingga seharusnya kita tidak menggunakan
bentuk ulang. Kalimat (12) juga tidak efektif. Penggunaan frasa maju ke depan
dalam kalimat ini seharusnya tidak berlebihan seperti itu. Bukankah maju selalu
ke depan? Contoh lain yang seperti ini misalnya:mundur ke belakang, naik ke
atas, turun ke bawah. Kalimat (13) juga mengandung kata yang tidak hemat
pengunaannya. Merah sudah menyatakan suatu warna sehingga pemakaian
kata warna seharusnya dihindari jika kita ingin menyebutkan suatu warna.
Ketidakefektifan kalimat (14) dan (15) tampak pada pengunaan konjungsi yang
berlebihan.
Penggunaan
konjungsi jika … maka, atau meskipun … akan tetapi tidak hemat. Seharusnya
jika kita sudah menggunakan konjungsi jika untuk digunakan dalam suatu klausa,
kita tidak perlu menambah dengan kata maka untuk dirangkaikan dengan klausa
berikutnya. Demikian pula dengan konjungsi meskipun … akan tetapi …. Dengan
demikian kalimat (10) s.d. (15) seharusnya diubah menjadi (10a) Bunga
mawar, melati, dan kenanga sangat disukainya. (11a) Apel, mangga, dan
durian adalah buah yang sangat enak. (12a)Silakan Saudara maju! (13a) Bajunya
merah. (14a) Jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh, kita akan
mendapatkan hasil yang maksimal. (14b) Kita akan mendapatkan hasil yang
maksimal jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh. (15a) Meskipun
hidupnya menderita, ia tidak pernah mengeluh. (15b) Ia tidak pernah
mengeluh meskipun hidupnya menderita.
Perhatikan
kalimat (14a) dan (14b), (15a) dan (15b) di atas. Jika anak kalimat mendahului
induk kalimat, diberi tanda koma (,) di antaranya. Tetapi, jika induk kalimat
berada di depan, tidak perlu diberi tanda koma (,). Masih banyak contoh lain
yang seperti ini. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan
konjungsi-konjungsi semacam ini.
Berikut ini
akan disampaikan beberapa pola kesalahan yang umum terjadi dalam penulisan
serta perbaikannya agar menjadi kalimat yang efektif :
1.
Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat :
- Sejak
dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Sejak usia
delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)
- Hal
itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
(Hal itu
disebabkan perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
- Ayahku
rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup.
(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.)
(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.)
2.
Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat :
- Menurut
berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah.
(Berita yang
saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah. / Menurut berita
yang saya dengar, kurikulum akan segera diubah.)
- Kepada
yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.
(Yang
bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.)
3.
Penggunaan imbuhan yang kacau :
- Yang
meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan.
(Yang meminjam buku di perpustakaan harap mengembalikan. / Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan)
(Yang meminjam buku di perpustakaan harap mengembalikan. / Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan)
- Ia
diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.
(Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.
(Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.
4.
Kalimat tak selesai :
- Manusia
yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin berinteraksi.
(Manusia
yang secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu ingin berinteraksi.)
-
Rumah yang besar yang terbakar itu.
(Rumah yang
besar itu terbakar.)
5.
Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku :
- Kita
harus bisa merubah kebiasaan yang buruk.
(Kita harus
bisa mengubah kebiasaan yang buruk.)
Kata-kata
lain yang sejenis dengan itu antara lain menyolok, menyuci, menyontoh,
menyiptakan, menyintai, menyambuk, menyaplok, menyekik, menyampakkan,
menyampuri, menyelupkan dan lain-lain, padahal seharusnya mencolok, mencuci,
mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok, mencekik, mencampakkan,
mencampuri, mencelupkan.
- Pertemuan
itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang.
(Pertemuan itu telah menelurkan ide-ide cemerlang.)
-
Gereja itu dilola oleh para rohaniawan secara professional.
(Gereja itu
dikelola oleh para rohaniwan secara professional.)
6.
Penggunaan tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’ :
- Saya
menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik.
(Saya
menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.)
- Rumah
sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.
(Rumah sakit
tempat orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.)
7. Penggunaan
kata ‘daripada’ yang tidak tepat :
-
Seorang daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin.
(Seorang di
antara pembantunya pulang ke kampung kemarin.)
-
Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar daripada pengawasannya.
(Seorang pun
tidak ada yang bisa menghindar dari pengawasannya.)
-
Tendangan daripada Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh.
(Tendangan
Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh.)
8.
Pilihan kata yang tidak tepat :
- Dalam
kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu untuk berbincang bincang
dengan masyarakat.
(Dalam
kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri untuk berbincang-bincang
dengan masyarakat.)
-
Bukunya ada di saya.
(Bukunya ada
pada saya.)
9.
Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti :
- Usul
ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai pembicaraan
damai antara komunis dan pemerintah yang gagal.
Kalimat di
atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang gagal? Pemerintahkah
atau pembicaraan damai yang pernah dilakukan? Akan benar jika menjadi kalimat
seperti :
(Usul ini
merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai kembali
pembicaraan damai yang gagal antara pihak komunis dan pihak pemerintah.)
- Sopir
Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri.
Judul berita
di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang dimaksud Santosa?
Nama sopir atau nama bus? Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?
(Bus Santoso
Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri.)
10.
Pengulangan kata yang tidak perlu :
- Dalam
setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun.
(Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku.)
(Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku.)
-
Film ini menceritakan perseteruan antara dua
kelompok yang saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok
Tang Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.
(Film ini
menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng Liang dan kelompok Khong Guan
yang saling menjatuhkan.)
11. Kata ‘kalau’ yang
dipakai secara salah :
-
Dokter itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya.
(Dokter itu
mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.)
-
Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih baik daripada
orang tuanya?
(Siapa yang
dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya?)
Sumber:
http://fvizard.wordpress.com/2013/06/21/kalimat-efektif-dan-ciri-cirinya/
0 komentar: