KOMUNIKASI dalam ORGANISASI
(
Sebelum
membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan
terminologi yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu
komunikasi dan organisasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin
“communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama.
Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna,
“commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita
mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan
lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita
mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Manusia
di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang
lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi.
Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia
terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan
masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk
kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup
kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara
kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau
komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan
adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik
cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu
organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang
meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan
suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk
memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk
kehidupan yang berkelanjutan.
Bila
sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik
organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi
perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi
tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang
tergabung dalam organisasi tersebut. Berdasarkan
sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi,
dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat
digolongkan ke dalam tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi
ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan
informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga
dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada
prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah
faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha
menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti
komunikasi antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1. Model
komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator
memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan
tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat
monolog.
2. Model
komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama,
pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang
berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan
memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai
komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model
komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat
dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau
lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif.
Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi
merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu
hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang
ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
- Adanya
suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua
individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas,
seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
- Adanya
pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi
baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang
menjadi tanggungjawabnya.
Dengan
landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah
diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi dalam
organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human
communication) yang terjadi dalam kontek organisasi. Atau dengan
meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan
sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling
bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana
telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi
meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing
arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas.
Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1. Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2. Upward communication,
yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim
pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini
adalah:
a) Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal communication,
yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan ataupun
bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi
horisontal ini adalah:
a) Memperbaiki koordinasi tugas
b) Upaya pemecahan masalah
c) Saling berbagi informasi
d) Upaya pemecahan konflik
e) Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Proses Komunikasi
Pada tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
- Perspektif Kognitif.
Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif
adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai
kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau
kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari
satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata
atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima secara
akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang
dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
- Perspektif Perilaku.
Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi
sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha
mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver. Masih
dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi
adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana
simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh
respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir,
mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah
kita memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda,
kita mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi. Menurut
Jerry W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif
perilaku dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi
bertujuan untuk mempengaruhi penerima (receiver). Satu respons khusus
diharapkan oleh pengirim pesan (sender) dari setiap pesan yang
disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki,
bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan tersebut
merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.
Sekarang kita mencoba memahami proses komunikasi antarmanusia yang disajikan dalam suatu model berikut:
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai berikut:
- Langkah pertama
yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu
gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk
dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan
yang akan disampaikan.
- Langkah kedua
dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber
menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya,
tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan
informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan
atau message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan
gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun
perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau
gambar-gambar.
- Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode).
Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara,
menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada
langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran,
yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran
untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan
telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap
materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi
kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP
(overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran
komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat
sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
- Langkah keempat,
perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu
bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang
baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan
hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu
memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan
kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk
melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima.
Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu
pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan
tersebut.
- Proses terakhir
dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang
memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah
disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dari
penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud
kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa
mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik
inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas
komunikasi.
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam
suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial,
komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat
fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system).
Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat
memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat
melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya
dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam
suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan
informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna
mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan
(bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial
dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi
regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam
suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang
berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
- Atasan
atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka
yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk
memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi
kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of
authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana
semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
- Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah.
- Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
- Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
- Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
- Berkaitan
dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian
peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh
untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam
mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu
membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka
banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada
memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh
karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau
pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap
organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan
dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran
komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut
(newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran
komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa
istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata.
Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk
berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Memahami Komunikasi dalam Organisasi
Gaya
komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada
kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi
ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan.
Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji
jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran
manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi
dalam organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana
mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi,
bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan
bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas
tersebut.
Gaya Komunikasi. Gaya
komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat
perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu
situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing
gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang
dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi
yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang
digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan
dari penerima (receiver).
Gaya Komunikasi yang akan kita pelajari adalah sbb:
1. The Controlling style
Gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu
kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku,
pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya
komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka
tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan.
Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik,
kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk
kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak
khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha
menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi
pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan
yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’
gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan
kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling style of communication
ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan
bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun
demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang
bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau
tanggapan yang negatif pula.
2. The Equalitarian style
Aspek
penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The
equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus
penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat
dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam
gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun
pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana
yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai
kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang
yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah
orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan
membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi
maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini
akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini
efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi
untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya
komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi
informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
3. The Structuring style
Gaya
komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara
tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus
dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.
Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk
mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan
organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam
organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University,
menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama
Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons
menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien
adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih
memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4. The Dynamic style
Gaya
komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena
pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya
berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan
utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau
merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih
baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa
karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi
masalah yang kritis tersebut.
5. The Relinguishing style
Gaya
komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran,
pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi
perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi
perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan
dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau
sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas,
berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua
tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
6. The Withdrawal style
Akibat
yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak
komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai
gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa
persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang
tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”.
Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung
jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari
berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak
dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication
merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi
lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara
strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan
dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat
Referensi :
A. Mulyana, Teori Komunikasi-modul 10, 2008
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, 1996
Onong Uchyana Effendi, Dimensi-Dimensi Komunikasi, 2001
Ronald Adler dan George Rodman, Understanding Human Communication, 1997
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication, 1994